Minggu, 02 Juli 2017

Senja Keenam Belas

Aku pikir, kamu keliru jika menceritakan hal itu padaku. Kalau ngasi undangan, itu baru benar.

Pandangan apa yang kamu harapkan dari orang yang mencintaimu, sementara hatimu, kamu berikan pada orang lain, orang yang kamu cintai?

Yang ada, aku akan menjatuhkanmu. Kau akan sakit. Aku menertawakanmu. Apa kau tak takut? Aku serius.

Sebenarnya aku masih tak percaya, wanita cerdas dan berpendidikan yang belum menikah itu bisa mencintai dua orang pria atau lebih dalam hidupnya. Kenapa bisa? Kenapa harus menjerumuskan hati pada pilihan-pilihan?

Jadi ingat nenek. Kenapa nenek tidak mencari pilihan? Kenapa tidak menentukan pilihan? Kenapa mau dijodohkan? Iya, karena nenek tidak bisa baca tulis. Karena waktu itu nenek cuma gadis dapur. Karena nenek taunya melipat sarung, buaknnya kain sutera. Karena nenek tak mengenal pilihan. Tapi pastinya, nenek mau dijodohkan karena nenek merasa kuat. Siap diajak ke negeri seberang. Siap berpisah dari orangtua. Siap menerjang badai rumah tangga.

Aku masih tak percaya.

Kenapa dulu Bapak pergi? Kenapa kemudian Bapak kembali? Apa karena Bapak merasa sudah tua dan Ibu-lah yang dengan sepenuh hati akan merawat hari-hari senja Bapak? Apa karena Bapak menyadari kalau hanya Ibu yang paling mengerti tentang uban Bapak yang mulai tumbuh?

Bapak sudah pergi selamanya. Bapak tak pernah memberikan jawabannya. Aku tak percaya, kenapa aku benci Bapak, tapi aku juga sangat menyayanginya.

Aku masih tak percaya.

Kamu, yang menikah sembilan tahun lalu, kenapa seperti masih mencintaiku? Kenapa masih menunjukkan perasaan seperti yang dulu? Ah, atau aku yang keliru menilaimu? Ingat! Ghaisan sudah memakai seragam. Ingat, Daengmu!

Aku juga tak percaya.

Dan kau, dirimu sungguh mencintai dua pria?

PRETTT!!

Tidak. Mungkin kau tidak mencintai dua pria. Kamu hanya menginginkan seorang pria dari dua pria baik, berani, dan bersungguh-sungguh.

Kenapa harus dua? Kenapa harus memilih? Ya, karena itu dirimu. Kau bisa memilih.

Aku masih tak percaya.

Jika kau sudah menitipkan perasaanmu pada seorang pria, pliss, pliis, dan pliiiss, tolong jangan coba-coba bermain hati pada pria yang satunya, atau pria yang lain. Jika berani melanggarnya, maka berani pula merasakan pilunya.

Kata cerita-cerita orangtua ta dulu, semut jangan dikasi gula.

Sebenarnya malas nulis beginian. Sudah berlarut-larut diperbincangkan. Sudah banyak menyelami 'buku-buku penting'. Sudah lama bersedih dan masa iya bersedih lagi. Sudah teralalu sering mengutuk rindu sendiri.

Diamlah. Begitu kata Bang Tere. 

Aku gagal, Bang. 

Terus terang, aku sudah tak pernah mau memulai. Dan kau mengetahuinya, kan? Aku tak pernah memulai. Kenapa harus memulai jika nantinya meninggalkan jejak sakit dan sakit? Aku tak kuat sakit. Aku tak pernah cukup uang membeli obatnya.

Sekian. Terima kasih.

Senja Simburnaik bersabda, ohhh anaknaya Pak Daud, berhentilah menulis air mata.

- miss you -