Kamis, 06 April 2017

Senja Ketujuh

Selain bertemu ibuk, kembali berkomunikasi dengan teman terbaik adalah salah satu hadiah Tuhan yang paling indah.

Seperti apa teman terbaik itu?


Entahlah. Aku sama sekali tidak tahu teman terbaik itu apa dan seperti apa. Tidak tahu seperti apa batas-batasnya, rambu-rambunya.

Kita hanya sepakat, 'kita teman terbaik'. Aku dan dia menyebutnya begitu.

Kadang aku merasa seperti dalam ruangan spesial bersama dirinya. Tanpa seorangpun yang melihat dan mengintip kami. Kita bebas bercerita, saling lempar ledekan, ketawa bareng, saling menjatuhkan air mata. Iya, ruang spesial. Mata yang tak bertemu tapi kata dan kalimat saling menguatkan. Hati seperti saling menentramkan. Sialnya, jika diriku tak sadar diri, maka aku yang jatuh cinta padanya, kadang tak mampu membendung semua perasaan yang aku miliki.

Beberapa hari yang lalu, aku pergi. Menghindar.

Hampir satu bulan aku membiarkannya terlantar. Hhahaha mungkin dia merana. Seperti diriku yang berantakan. Tapi aku selalu tahu dia akan dengan mudah menemukanku. Tahu cara memulai dengan baik.

Hampir satu bulan, kita saling menjaga diam. Kali ini, aku berpikir, dialah yang memulainya. Memercik perkara sepele. Parahnya, aku membesar-besarkannya.

Hampir satu bulan, Tuhan menjaga hatinya dari egoku yang rakus.

Hampir satu bulan, perangai dan karakter asliku meledak. Aku jahat sepenuhnya. Meniadakan yang pernah ada.

Hampir satu bulan, aku menyesal. Semua yang telah tiada sungguh tak mampu kembali. Aku jahat.

Tiba-tiba Tuhan seperti memberi hadiah. Dia kembali datang. Mengetuk semua sisi tabir. Kota ini tersenyum.

Entahlah, aku tidak tahu teman terbaik itu seperti apa.

Sederhananya: dia selalu baik padaku, kepada siapapun.

Kali ini senja tersenyum. Banyaaaaakk sekali. Terasa damai!

- miss you -